Jumat, 28 Mei 2010

KEBUTUHAN NUTRISI

KEBUTUHAN NUTRISI
Ns. Edy Tahir S.S.Kep
DEFINISI :
• Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting (Nancy Nuwer
Konstantinides).
• Jumlah dari seluruh interaksi antara organisme dan makanan yang dikonsumsinya (Cristian dan Gregar 1985).
• Dengan kata lain nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana tubuh menggunakannya.
Masyarakat memperoleh makanan atau nutrien esensial untuk pertumbuhan dan pertahanan dari seluruh jaringan tubuh dan menormalkan fungsi dari semua proses tubuh.
• Nutrien adalah zat kimia organik dan anorganik yang ditemukan dalam makanan dan diperoleh untuk penggunaan fungsi tubuh.
• Jenis-jenis Nutrien
1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen.
Karbohidrat dibagi atas :
a. Karbohidrat sederhana (gula) ; bisa berupa monosakarida (molekul tunggal yang terdiri dari glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Juga bisa berupa disakarida (molekul ganda), contoh sukrosa (glukosa + fruktosa), maltosa (glukosa + glukosa), laktosa (glukosa + galaktosa).
b. Karbohidrat kompleks (amilum) adalah polisakarida karena disusun banyak
molekul glukosa.
c. Serat adalah jenis karbohidrat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tidak dapat dicerna oleh tubuh dengan sedikit atau tidak menghasilkan kalori tetapi dapat meningkatkan volume feces.


2. Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri atas gabungan gliserol dengan asam-asam lemak.
Fungsi lemak :
1. sebagai sumber energi ; merupakan sumber energi yang dipadatkan dengan mem berika n
9 kal/gr.
2. Ikut serta membangun jaringan tubuh.
3. Perlindungan.
4. Penyekatan/isolasi, lemak akan mencegah kehilangan panas dari tubuh.
5. Perasaan kenyang, lemak dapat menunda waktu pengosongan lambung dan mencegah timbul rasa lapar kembali segera setelah makan.
6. Vitamin larut dalam lemak.

3. Protein
Protein merupakan konstituen penting pada semua sel, jenis nutrien ini berupa struktur nutrien kompleks yang terdiri dari asam-asam amino. Protein akan dihidrolisis oleh enzim-enzim proteolitik. Untuk melepaskan asam-asam amino yang kemudian akan diserap oleh usus.
Fungsi protein :
• Protein menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal dan proses pengausan yang normal.
• Protein menghasilkan jaringan baru.
• Protein diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru dengan fungsi khusus dalam tubuh yaitu enzim, hormon dan haemoglobin.
• Protein sebagai sumber energi.
4. Vitamin
Vitamin adalah bahan organic yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan
berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh.
Ada 2 jenis vitamin :
• Vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D, E, K.
• Vitamin larut air yaitu vitamin B dan C (tidak disimpan dalam tubuh jadi harus ada didalam diet setiap harinya).
5. Mineral dan Air
Mineral merupakan unsure esensial bagi fungsi normal sebagian enzim, dan sangat penting dalam pengendalian system cairan tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan lunak, cairan dan rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat mensintesis sehingga harus disediakan lewat makanan.
Tiga fungsi mineral :
1. Konstituen tulang dan gigi ; contoh : calsium, magnesium, fosfor.
2. Pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan komposisi cairan tubuh ; contoh Na, Cl (ekstraseluler), K, Mg, P (intraseluler).
3. Bahan dasar enzim dan protein.
Malnutrisi
Kekurangan intake dari zat-zat makanan terutama protein dan karbohidrat. Dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembngan dan kognisi serta dapat memperlambat proses penyembuhan.
Tipe-tipe malnutrisi :
• Defisiensi Nutrien ; contoh : kurang makan buah dan sayur menyebabkan kekurangan vitamin C yang dapat mengakibatkan perdarahan pada gusi.
• Marasmus ; kekurangan protein dan kalori sehingga terjadinya pembongkaran lemak tubuh dan otot. Gambaran klinis : atropi otot, menghilangnya lapisan lemak subkutan, kelambatan pertumbuhan, perut buncit, sangat kurus seperti tulang dibungkus kulit.
• Kwashiorkor ; kekurangan protein karena diet yang kurang protein atau disebabkan karena protein yang hilang secara fisiologis (misalnya keadaan cidera dan infeksi). Ciri-cirinya : lemah, apatis, hati membesar, BB turun, atropi otot, anemia ringan, perubahan pigmentasi pada kulit dan rambut.

EFEK MALNUTRISI TERHADAP SISTEM TUBUH
No. SISTEM EFEK
1. Neurologis/temperatur regulasi Menurunkan metabolisme dan suhu basal
tubuh.
2. Status mental Apatis, depresi, mudah terangsang,
penurunan fungsi kognitif, kesulitan
pengambilan keputusan.
3. Sistem imun
Produksi sel darah putih Resiko terhadap penyakit infeksi bila leukosit turun.
4. Muskuloskeletal Penurunan massa otot, terganggunya
kordinasi dan ketangkasan.
5. Kardiovaskuler Gangguan irama jantung, atropi jantung,
pompa jantung turun.
6. Respiratori Atropi otot pernafasan, pneumonia.
7. Gastrointestinal Penurunan massa feces, penurunan enzim pencernaan, penurunan proses absorbsi, mempersingkat waktu transit, meningkatkan
pertumbuhan bakteri, diare, mengurangi
peristaltik.
8. Sistem urinaria Atropi ginjal, mengubah filtrasi dan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
9. Sistem hati dan empedu Mengurangi penyimpanan glukosa,
mengurangi produksi glukosa dari asam
amino, mengurangi sintesa protein.

Perencanaan Makanan
Hidangan makanan umumnya direncanakan untuk memberikan campuran berbagai jenis makanan yang sesuai dengan selera tetapi pengetahuan gizi harus diterjemahkan dalam hal-hal praktis tersebut.
Pedoman diet dapat diwujudkan dalam cara-cara berikut ini :
• Makanlah berbagai ragam makanan. Cara ini akan menjamin bahwa diet anda mengandung semua nutrien dalam jumlah yang memadai.
• Mengurangi konsumsi gula.
• Meningkatkan kandungan serat dan pati dalam diet dengan makanan lebih banyak beras tumbuk, kentang, sayur dan buah-buahan.
• Mengurangi kandungan garam dalam diet dengan mengurangi makanan hasil olahan dan tidak membubuhkan bumbu secara berlebihan.
• Mengurangi konsumsi lemak dengan mengurangi makan mentega, menggantikan cara menggoreng dengan membakar atau merebus.
Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Tingkat perkembangan
Makanan Bayi
ASI merupakan makanan ideal bagi bayi berusia 1-2 tahun hingga usia 4 bulan bayi hanya perlu ASI sebagai makanan satu-satunya dan setelah itu ASI diberi bersama¬sama makanan mereka. 4-12 bulan mulai dikenalkan dengan makanan padat. 8 bulan ke atas mulai bisa memakan makanan orang dewasa.

DAFTAR MAKANAN 6-12 BULAN
4-7 BULAN 6-8 BULAN 7-10 BULAN 10-12 BULAN
Susu ASI atau susu formula. ASI atau susu formula. ASI atau susu formula. ASI atau susu formula.
Sereal dan roti Sereal
dicampur dengan susu. Dilanjutkan dengan roti
dan sereal
lainnya. Dilanjutkan dengan sereal
lainnya. Dilanjutkan dengan sereal
bayi sampai 18 bulan.
Buah dan
sayur dijus - Mulai dengan
jus 1
mangkok, memenuhi kebutuhan vitamin C.
Lu n a k. 1 mangkok
jus, buah
lunak dan
sayur yang
dimasak. Sayur dan
buah bisa diberikan 4 kali sehari
termasuk jus.
Daging dan sumber protein lain. - - Daging giling
dan daging
yang dipotong,
daging sapi,
telur, ikan,
kaca n g,
polong¬polongan,
kej u. Daging ataupun protein diberikan 2 kali sehari.

Toodler dan Preschool
Rata-rata anak-anak toddler atau preschool umumnya membutuhkan :
• Susu ; 2 atau 3 kali dalam 1 hari. Dalam I kali minum kira-kira '/2 - ~ gelas.
• Daging ; 2 kali atau lebih dalam 1 hari.
• Sereal dan roti ; 4 kali atau lebih dalam 1 hari.1 kali pemberian kira-kira '/2-1 potong roti atau '/2 - ~ gelas bubur.
• Sayur dan buah-buahan ; 4 kali atau lebih dalam 1 hari. Itu meliputi sekurang-kurangnya 1 kali atau lebih pemberian jeruk dan 1 kali pemberian sayuran hijau/kuning.
Anak Sekolah
Anak sekolah membutuhkan jumlah yang sama dengan penyediaan makanan dasar yang dibutuhkan oleh anak usia preschool. Tapi kebutuhan lebih banyak dari anak preschool.
Contoh :
Susu satu gelas, daging 6-8 potong, sayur 1/3 - 1/2 gelas, roti 1 - 2 iris, sereal '/2 - 1 mangkok.
Adolesence
Remaja membutuhkan energi untuk kebutuhan mereka dan didalam makanannya membutuhkan susu, daging, sayuran hijau dan kuning. Orang tua dianjurkan memberikan sayur dan buah.

Dewasa Muda
Harus terjadi keseimbangan antara intake makanan dengan jumlah kalori yang keluar, khususnya pada wanita hamil dan menyusui.
Wanita hamil dan menyusui membutuhkan :
• Protein
• Calsium dan fosfor
• Magnesium 150 mg/hari
• Besi
• Iodine 175 mg/hari
• Seng 5 mg lebih banyak dari kebutuhan seharinya untuk pembentukan jaringan baru.
Midle Age Adult (Dewasa Tengah)
Intake kalori perlu dikurangi karena penurunan BMR, pertumbuhan sudah lengkap dan aktivitas berkurang. Penurunan intake bertujuan mencegah obesitas. Mereka sebaiknya berhati-hati dalam memilih makanan. Makanan yang dianjurkan makanan rendah lemak, unggas, ikan, kacang, dan telur hanya boleh 3 kali seminggu.
Sayur, buah, sereal dan roti kasar dapat memenuhi kebutuhan serat dan protein.
Manula
Terjadi perubahan fisiologis seperti : kurangnya gigi, kurangnya kemampuan merasa dan mencium yang dapat berpengaruh pada kebiasaan makanan. Perubahan fisiologis lainnya
• Penurunan sekresi empedu dan asam lambung
• Penurunan peristaltik
• Berkurangnya sirkulasi
• Menurunkan toleransi glukosa
• Menurunkan massa tulang
• BB turun
Pedoman nutrisi untuk manula menurut Raab dan Raab
1. Mengurangi konsumsi lemak dengan minum susu rendah lemak, memakan lebih banyak unggas-unggasan dan ikan dari pada daging merah. Batas porsi daging adalah 4-6 ons perhari. Tambahan lemak yang terbatas dari butter, margarin, dan salad berminyak.
2. Konsumsi makan penutup seperti buah segar atau kalengan, puding yang dibuat dari susu rendah lemak lebih baik dari pada mengkonsumsi pie, biscuit, cake atau es krim.
3. Yakinkan bahwa intake daging, unggas, ikan, telur dan keju cukup, karena konsumsi makanan ini berkurang pada manula.
4. Karena toleransi glukosa menurunkan konsumsi karbohidrat komplek seperti roti, sereal, beras, pasta, kentang dan kacang-kacangan lebih baik dari makanan yang banyak mengandung gula.
5. Mengkonsumsi sekitar 800 mg kalsium untuk mencegah kerapuhan tulang. Susu dan produk-produknya seperti keju, yoghurt, sup krim, puding susu, produk susu yang dibekukan adalah sumber kalsium yang utama.
6. Cukup konsumsi vitamin D untuk mempertahankan keseimbangan kalsium. Didapatkan dari susu. Bila susu dan produknya tidak dapat mentoleransi defesiensi laktosa, suplemen vitamin D bisa diberikan.
7. Diet rendah garam pada manula yang menderita hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Hindari sup kalengan, kecap, mustar, garam, rokok dan lain-lain.

8. Penggunaan aspirin dapat menurunkan intake daging dan kebutuhan zat besi akan meningkat.
9. Kesulitan mengunyah buah-buahan dan sayur-sayuran dapat menyebabkan defesiensi vitamin A dan C, mineral dan serat. Buah dan sayur yang dipotong, sayur berdaun hijau lebih baik. Dan mengganti daging, unggas, ikan yang susah dikunyah.
10. Memperbanyak konsumsi makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi dan mengurangi penggunaan zat-zat laxatif.
Makanan sebaiknya :
1. Menarik, warna lebih ditonjolkan untuk menimbulkan selera makan.
2. Memasak makanan dengan baik, agar mudah dikunyah oleh gusi.
3. Menyedikan zat-zat makanan yang penting, baru kemudian yang
bergula/karbohidrat.
4. Tidak menyediakan teh, kopi pada sore dan malam hari yang dapat membuat insomnia
PENILAIAN
Penilaian status gizi, perawat menggunakan ‘ABCD’ (Anthropometric Biokimia Clinical sign Dietary history).
Pengukuran Anthropometrik
Mengukur besar dan komposisi tubuh. Efektif untuk mengetahui status protein dan kalori. Meliputi pengukuran TB, BB, lipatan kulit dan lingkar lengan.
1. Lingkar pertengahan lengan atas
Untuk mengetahui massa otot lengan bawah horizontal, rileks (diletakkan pada paha). Diambil garis tengah antara processus acromion (bahu) dengan processus olecranon pada siku.
2. Lipatan kulit trisep
Indikasi lemak tubuh dan penyimpanan energi. Lipatan kulit terdiri dari jaringan subkutan, tidak di bawah otot. Ditentukan titik tengah lengan atas bagian belakang, ditarik lurus sejajar dengan tulang humerus. Diletakkan alat ukur (kaliper) di bawah jari yang mencubit, baru diukur.
3. Lingkar otot lengan
Indikasi indeks protein tubuh. Lingkar otot lengan sama dengan lingkar pertenghan lengan atas (mm) - (3,14 x lipatan kulit trisep (mm).
Data Biokimia
Deteksi malnutrisi subklinis. Sampel urin dan darah dapat dibuat untuk mengukur nutrien atau metabolit (produk akhir enzim). Yang sering digunakan sekarang adalah
• Indikator Hb dan Hematokrit
Hb turun " kekurangan Fe, anemia.
Hematokrit meningkat " dehidrasi.
• Albumin Serum
Merupakan 50% total serum protein untuk keseimbangan cairan dan elektrolit, transpor nutrien, hormon dan obat-obatan. Albumin berguna sebagai indikator kekurangan protein yang berat. Karena dalam tubuh kita banyak albumin. Kerusakannya berlangsung lambat dan perubahan konsentrasinya juga lambat. Kondisi yang mengakibatkan kekurangan albumin seperti penyakit hati, kerusakan ginjal lanjut, infeksi, kanker, gangguan absorbsi. Di sini tingkat serum albumin hanya digunakan sebagai suatu indikator beberapa protein tertentu.
• Transferin

Adalah protin darah yang membawa besi dan mentranspornya ke seluruh tubuh. Jumlah transferin adalah indikator yang paling sensitif untuk menentukan kekurangan protein dari serum albumin karena transferin merespon lebih cepat terhadap perubahan intake protein dan sedikit dalam tubuh. Transferin banyak diproduksi dalam hati. Jumah transferin yang meningkat bila penyimpanan besi rendah. Jumlah transferin menurun bila penyimpanan besi berlebih. Kondisi yang menurunkan jumlah transferin : penyakit hati, penyakit ginjal lanjut dan luka bakar. Karena banyak laboratorium tidak mempunyai peralatan untuk memeriksa transferin, secara langsung, perkiraan jumlah transferin klien dilakukan dengan Total Iron-Binding Capacity (TIBC). Tes TIBC lebih banyak digunakan karena lebih sensitif.
• Menghitung total Limfosit
Kurang kalori protein dan defesiensi nutrisi yang serius dapat menekan sistem imun. Limfosit total berkurang karena terjadi penurunan protein.
• Keseimbangan Nitrogen
Digunakan untuk memperkirakan derajat protein yang sedang digunakan dan diubah dalam tubuh. Tes untuk mengukur nitrogen adalah : Blood Urea Nitrogen (BUN), Urine Urea Nitrogen (UUN). Untuk itu diperlukan pengumpulan urin 24 jam. Urea adalah produk akhir utama metabolisme protein dan asam amino. Terbentuk dari detoksifikasi amonia oleh hati dan ditranspor ke ginjal untuk diekskresi melalui urin. Konsentrasi urea di darah dan urin, langsung dipengaruhi oleh intake dan kekurangan jumlah protein dalam tubuh, produksi rata-rata urea di hati dan rata-rata bersihan urea di ginjal. Peningkatan BUN mungkin disebabkan untuk kelebihan intake protein, dehidrasi berat, sakit parah dan malnutrisi, tetapi juga dapat disebabkan ekskresi urea yang tidak adekuat berhubungan dengan penyakit ginjal atau obstruksi urinary. Penurunan BUN dapat disebabkan oleh rendahnya protein dalam diet. Peningkatan UUN dapat terjadi karena kelaparan berat.
• Ekskresi Kreatinin
Kreatinin adalah hasil akhir dari pembentukan kreatinin saat energi dilepaskan dari fosfokreatin, penyimpanan energi selama metabolisme otot rangka. Rata-rata pembentukkan kreatinin berbanding langsung dengan total massa otot. Kreatinin dibersihkan dari aliran darah oleh ginjal dan diekskresi di urin sebanding dengan pembentukannya. Ekskresi kreatinin dikarenakan juga oleh refleks total massa otot. Pada atropi otot rangka karena malnutrisi dapat menurunkan ekskresi kreatinin. Pengukuran kreatinin urin dengan pengumpulan urin 24 jam. Standar ekskresi kreatinin dipengaruhi oleh jenis kelamin dan TB. Standar ekskresi kreatinin ini digunakan dengan pengukuran kreatinin untuk menentukan Creatinin Height Index (CHI) dalam persen. Contoh : CHI = 70 % artinya massa otot rangka klien kira-kira 70 % diharapkan pada orang dengan ukuran tubuh yang sama.

Clinical Sign / Gejala klinis
ORGAN TUBUH TANDA-TANDA NORMAL TANDA-TANDA ABNORMAL
Rambut Mengkilat, tidak kering /
berminyak Berminyak, kering, kusam,
jarang
Kulit Halus, lembab, turgor baik Kering, berminyak, ruam,
kasar, bersisik, memar /
pecah-pecah
Mata Cemerlang, bersih Kering, merah
Lidah Pink, basah Merah terbelah-belah,
ben g ka k
Membran mukosa Pink, merah, basah Merah, kering, retak
Kardiovaskuler HR dan TD normal, irama
jantung teratur HR dan TD naik, irama
jantung tidak teratur
Otot Pertumbuhan baik, kuat, tonus
baik, lemak di bawah kulit (+) Tonus buruk, gangguan
tingkat perkembangan
Gastrointestinal Nafsu makan baik, eliminasi
teratur dan normal Manifestasi anoreksia, ketidakmampuan mencerna, diare, konstipasi
Tenaga Semangat, energik, dapat tidur
dengan baik Energi menurun, lelah,
apatis, kurng tidur
Neurologi Refleks normal, waspada,
perhatian (+), emosi stabil Refleks menurun, mudah
marah, perhatian menurun,
bingung, emosi labil
BB Normal ; BB, TB seimbang sesuai usia > BB / < BB

Dietary History (latar belakang diet)
Umumnya terdiri dari data tentang pola dan kebiasaan makan, pemilihan makanan, pembatasan-pembatasan, intake cairan setiap hari, penggunaan suplemen vitamin dan mineral termasuk masalah diet seperti kesulitan mengunyah / meneguk, aktivitas fisik , riwayat kesehatan dan cara penyediaan / pengolahan makanan untuk memperoleh data tentang pola dan kebiasaan makanan, digunakan tipe diet selama 24 jam secara detail intake makanan lebih dari 3 kali sehari dalam satu minggu. Dokumen-dokumen tentang diet ini perawat dan klien dapat membandingkan daftar makanan dengan standar RDA atau dengan menentukan apakah klien dapat menerima diet nutrisi seimbang. Perawat mendapatkan sudut pandang klien dari status nutrisinya.

DAFTAR PUSTAKA
Fundamental Of Nursing, Carol Taylor Et All, 1997, Lippincott Raven Washington.
Fundamental Of Nursing, Concepts Process & Practice, Patricia A. Potter Et All. Third Edition, 1992, Mosby Year Book Washington.
Medical Surgical Nursing, Critical Thinking In Client Care, Priscilla Lemone, 1996. Addisson Wesley Nursing
Manual Of Nursing Practice, Sandra M. Nettina, 6 Th Edition, 1996 , Lippinciott Raven Publishers.
Nutrition Hand Book For Nursing Practice, Third Edition, Susan G. Dudek, 1997, Eashington Square Philadelphia

Minggu, 23 Mei 2010

SYOK HIPOVOLEMIC

Syok Hipovolemik ( Penatalaksanaan Syok Hipovolemik )

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.
Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2–5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8–12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.
Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.

Daftar Pustaka
1. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
2. Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 - 94
3. Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku: Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia, 1989 ; 993 - 1002.
4. Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 - September 1, 1996 ; 1 - 4.
5. Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.
6. Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
7. Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.
8. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
RENJATAN HIPOVOLEMI PADA ANAK
Ns.Edy Tahir S, S.Kep
DEFINISI
Renjatan adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan baik pasokan maupun penggunaannya dalam metabolisme seluler. Renjatan hipovolemik terjadi karena berkurangnya volume intravaskular.
Penyebabnya bisa karena kehilangan cairan dan elektrolit (diare, muntah, diabetes mellitus, luka bakar), perdarahan, kehilangan plasma (luka bakar, sindroma nefrotik, demam berdarah dengue).

PATOFISIOLOGI
Bila terjadi hipovolemi maka tubuh akan malakukan kompensasi melalui mekanisme neurohumoral yang akan meningkatkan kemampuan kardiovaskuler sehingga tekanan darah bisa dipertahankan. Akibat kompensasi ini maka terjadi takikardia, vasokonstriksi, penyempitan tekanan nadi, akral dingin dan penurunan produksi urin.

MANIFESTASI KLINIS
Tergantung pada : penyakit primer penyebab renjatan, kecepatan dan jumlah cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan.
Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekompensasi, dan ireversibel.

Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi Ireversibel
Blood loss ( % ) Sampai 25 25 - 40 > 40
Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia
Tek. Sistolik Normal Normal/menurun Tidak terukur
Nadi ( volume ) Normal/menurun Menurun + Menurun ++
Capillary refill Normal/meningkat 3-5 detik Meningkat > 5detik Meningkat ++
Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin+/deadly pale
Pernafasan Takipneu Takipneu + Sighing respiration
Kesadaran Gelisah Lethargi Reaksi – / hanya bereaksi
terhadap nyeri

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Hb dan hematokrit : meningkat pada hipovolumi karena kehilangan cairan atau plasma
2. Urin : produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat, BJ meningkat > 1,020
3. Pemeriksaan gas darah
4. Pemeriksaan elektrolit serum
5. Pemeriksaan fungsi ginjal
6. Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan hanya pada penderita yang dicurigai
7. Pemeriksaan faal hemostasis.
8. Pemeriksaan-pemeriksaan lain untuk menentukan penyakit penyebab.
Readmore
TATALAKSANA
Bebaskan jalan nafas, oksigen 100%.
Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali. Bila akses vena sulit pada anak balita bisa dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan bisa mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respon belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).
Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan kardiogenik.
Dopamin : 2-5 µg/kg BB/ menit.
Epinephrine : 0,1 µg/kg BB/ menit IV, dosis bisa ditingkatkan bertahap sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3 µg/kg BB/ menit.
Dobutamin : 5 µg/kg BB/ menit IV, ditingkatkan bertahap sampai 20 µg/kg BB/ menit.
Norepinephrine: 0,1 µg/kg BB/ menit IV, dapat ditingkatkan sampai efek yang diharapkan.
4. Kortikosteroid :
Kortikosteroid yang diberikan adalah hidrokortison dengan dosis 50 mg/kg BB IV bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continous infusion.

KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut
ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung)
Depresi miokard-gagal jantung
Gangguan koagulasi/pembekuan
SSP dan Organ lain
Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.
Renjatan irreversible.
Renjatan T Nadi cepat-lemah
Akral dingin
Capillary refill time > 3 dtk
Kesadaran

A B C
RL/Kolloid 20 ml/kg BB/10 menit
Dapat dinaikkan sp mencapai
60 ml/kgBB dalam 1 jam
Koreksi hipoglikemi,hipokalsemia


Respon - ( Fluid refractory shock )

Respon + Pasang CVP
Dopamin
T normal
Capillary refill < 2 dtk Urine > 1 ml/kg/jam
Akral hangat Respon -

Fluid refractory - Dopamin resistant shock
Epinephrine
Observasi I C U Norepinephrine
Vasodilator
SaO2
Glukosa darah, Ca++
Gas darah Cathecolamine resistance shock
ECG monitor

Resiko insufisiensi Adrenal + Resiko insuf Adrenal -

Hidrokortison + Hidrokortison -

KEPUSTAKAAN
Kline JA. Shock. In: Marx JA, Hockberger RS, Wall RM eds. Rosen’s Emergency Medicine : Concepts and clinical practice 5th ed.St Louis : Mosby, 2002; 34-47.
Wetzel R C . Shock. In : Rogers MC, ed. Textbook of Pediatric Intensive Care. Baltimore : William & Wilkins, 1996 : 555-605.
Advance pediatric life support, the practical approach : shock (chapter 10) 2nd ed. Advance life support group, BMG Publisher, London, 1997.
Sendel J, Scherung A, Salzberg D. Shock. In : Crain EF, Gershel JC. Clinical Manual of Emergency Pediatrics, 4th ed. NewYork : McGraw-Hill, 2003; 18-22.
Gould SA, Sehgal LR, Sehgal HL, Moss GS. Hypovolemic shock. Crit Care Clin 1993; 9 (2) : 239-49.
Carcillo JA. Management of pediatric septic shock. In : Holbrook PR.ed. Textbook of pediatric critical care. Philadelphia : WB Saunders, 1993; 114-42.

Ada kejadian yg cukup heboh di salah satu RS di Bandung Datang seorang bocah berusia sekitar 10 tahun ke UGD RS tsb dengan keluhan tidak bisa buang air besar alias BAB selama 4 hari.. Perut penderita udah kembung & terlihat besar…
Diagnosa sementara adalah Ileus Obstruktif ( Sumbatan di Usus Halus) Langsung aja kita persiapkan operasi karena emang satu2nya jalan adalah dengan pembedahan.
Setelah anastesi berjalan, dibukalah perut anak itu, ternyata……….(Langsung ke Pic aja yah, awas DP bagi sebagian orang yang gaq tahan)
cacing 3kg
Insisi pertama, cacingnya langsung muncrat
cacing 3kg
Kaya Mie Udon ; Spaghetti yah
Beratnya sekitar 3kg setelah dikurangi berat baskom
Hasil Operasi : sekitar 3 KG Cacing jenis Ascaris lumbricoides
(estimasi sekitar 500-1000 cacing) :gila:
Setelah operasi selesai, keluarga pasien dipanggil.
Begitu tau tentang kondisi anaknya, respon sang ayah ternyata gaq disangka2 : “Oh itu mah udah biasa Dok, anak saya udah beberapa kali dikasih obat cacing, kalo berak gak tuh keluar t*i-nya, keluarnya cacing semua. Udah sering itu Dok”
Dalam hati gw : Gila nih bapak, anak BAB cacing udah biasa…
Ini pelajaran yang penting banget Gan…
Di Indonesia ternyata kasus semacam ini masih aja terjadi..
Bukti bahwa kepedulian masyarakat terhadap kebersihan dan kesehatan sangatlah rendah..
Setelah sakit baru mereka sadar kalo kesehatan itu sangatlah mahal
Atas Permintaan Juragan2 Sekalian, gw tambahin penjelasan tentang
Penyakit Cacingan / Askariasis :
Penjelasan ttg Cacingan / Askariasis
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
Hospes atau inang dari Askariasis adalah manusia. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan menagdakan kopulasi serta akhirnya bertelur.
Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.
Etiologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi.
Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia.
Siklus
Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur askariasis yang telah dubuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris.
Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru.
Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa.
Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.
Diagnosis
Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut.
Gejala Klinis
Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa.
Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.
Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.
Pengobatan
Pengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti pirantel pamoat, mebendazol, albendazol, piperasin.
Pencegahan
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini.

Selasa, 18 Mei 2010

TRIASE

TRIASE

DASAR
Pelayanan lebih baik bila tim medis bekerja bersama dalam struktur organisasi.
Semua protokol harus berfungsi dan dalam tingkat pengertian yang sama dari setiap petugas.
TRIASE
Trier (fr) : menyortir atau memilih.
Dirancang untuk menempatkan pasien yang tepat diwaktu yang tepat dengan pemberi pelayanan yang tepat.
SISTEM TRIASE
Non Bencana : Memberikan pelayanan terbaik pada pasien secara individu.
Bencana / Korban Berganda : Memberikan pelayanan paling efektif untuk sebanyak mungkin pasien
OBJEKTIF PRIMER DI IRD
1. Pengenalan tepat yang butuh pelayanan segera
2. Menentukan area yang layak untuk tindakan
3. Menjamin kelancaran pelayanan dan mencegah hambatan yang tidak
perlu
4. Menilai dan menilai ulang pasien baru / pasien yang menunggu
5. Beri informasi /rujukan pada pasien / keluarga
6. Redam kecemasan pasien / keluarga; humas.
ATURAN PRIMER PETUGAS
1. Skrining pasien secara cepat.
2. Penilaian terfokus.
SASARAN PRIMER DAN SEKUNDER TRIASE
1. Primer : Mengenal kondisi yang mengancam jiwa.
2. Sekunder : Memberi prioritas pasien sesuai kegawatannya.
PRINSIP UMUM TRIASE
1. Perkenalkan diri anda dan jelaskan apa yang akan anda lakukan.
2. Pertahankan rasa percaya diri pasien.
3. Coba untuk mengamati semua pasien yang datang, bahkan saat
mewawancara pasien.
4. Pertahankan arus informasi petugas triase dengan area tunggu & area
tindakan. Komunikasi lancar sangat perlu. Bila ada waktu:
penyuluhan.
5. Pahami sistem IRD dan keterbatasan anda. Ingat objektif primer
aturan triase. Gunakan sumber daya untuk mempertahankan
standar pelayanan memadai.
PAHAMI JUGA :
1. Struktur pembagian ruangan dengan perangkat yang sesuai.
2. Pemeriksaan fisik singkat dan terfokus.
3. WASPADA atas pasien dengan ancaman jiwa atau serius potensial
terancam hidup atau anggota badannya harus didahulukan dalam
penilaian hingga dapat segera ditindak.
TRIASE GAWAT DARURAT MASSAL
TERMINOLOGI
1. Gadar massal.
Keadaan musibah dengan korban lebih dari 30 orang.
2. Petunjuk gadar massal.
Prosedur yang disusun untuk mengkoordinasikan pelayanan secara
spontan untuk unit-unit kerja dan instansi / SMF terkait apabila timbul
suatu situasi gadar massal.
3. Care area.
Daerah yang dipergunakan untuk memberikan pertolongan pertama
kepada korban musibah massal.
4. Collection area.
Daerah yang dipergunakan untuk mengumpulkan pertama-kali korban
gadar.
5. Crisis center / Emergency operation center.
Tempat berkumpulnya seluruh pimpinan partisipan atau instansi/SMF
yang terlibat dalam penanggulangan gadar massal, dan dari tempat tsb.
dikeluarkan seluruh informasi serta keputusan penting selama kegiatan
berlangsung.
6. Drill.
Latihan yang mempraktekkan perencanaan penanggulangan gadar
massal, untuk menyempurnakan serta efektifitas perencanaan
penanggulangan gadar massal.
7. Emergency Operation Committee.
Komite yang dibentuk dalam rangka mendukung, mengkoordinasi, dan
memantau kegiatan operasional dalam penanggulangan gadar massal.
8. Full Scale Emergency Exercise.
Latihan penanggulangan gadar massal dengan mengerahkan dan
memanfaatkan seluruh peralatan dan personal sebagaimana
dipergunakan untuk penanggulangan gadar massal sesungguhnya.
9. Greeter & Meeters Room.
Tempat yang diperuntukkan bagi berkumpunya para keluarga korban
gadar massal.
10. Grid Map.
Peta lingkungan yang dilengkapi garis-garis petak yang mempunyai
ukuran sebenarnya 1 m persegi, diberi nomor dan huruf sehingga
memudahkan mencari suatu lokasi.
11. Heli Pad.
Tempat yang dipersiapkan untuk pendaratan helikopter.
12. Holding area.
Tempat sementara yang dipersiapkan bagi korban yang tidak luka.
13. On Scene Commander.
Pemimpin operasi penanggulangan gadar massal dilokasi musibah.
14. Procedure.
Tatacara yang harus diikuti dalam melaksanakan kegiatan.
15. Security Line.
Garis pemisah berupa pita berwarna kuning sebagai batas area
tertentu yang berada dalam pengawasan security.
16. Rendezvous Point.
Tempat yang sudah ditentukan dimana tenaga atau kendaraan bantuan
yang akan terlibat dalam penanggulangan keadaan gadar massal,
untuk pertama kali menerima pemberitahuan langsung bertemu satu
dengan lainnya, kemudian menuju kelokasi.
KLASIFIKASI PENANGGULANGAN GADAR MASSAL
A. PENANGGULANGAN GADAR MASSAL DIRUMAH-SAKIT :
Petugas melayani korban di IGD.
B. PENANGGULANGAN GADAR MASSAL DILOKASI MUSIBAH :
Petugas melayani korban dilokasi musibah.
FUNGSI DAN TANGGUNG-JAWAB
Penanggulangan gadar massal dilaksanakan secara terpadu oleh unsur terkait, meliputi :
A. KOMANDO PENGENDALI
1. Kepala IGD atau pejabat lain yang ditunjuk sebagai komando untuk
penanggulangan gadar massal.
2. Pimpinan Pemda setempat atau Satkorlak PB ditunjuk sebagai
Komando penanggulangan gadar massal dilokasi musibah.
B. PENGELOMPOKAN TIM
1. Kelompok pengendali di Pusat Pengendali Krisis terdiri dari Ketua
dan Anggota.
2. Kelompok pendukung yang terdiri dari :
a. Komunikasi (Orari, Rapi).
b. Transportasi dan logistik (118).
c. Fasilitas yang diperlukan (Dinkes).
3. Kelompok Pelaksana terdiri dari :
a. Operasi pertolongan.
b. Pelayanan kesehatan.
c. Pengamanan dan ketertiban.
TUGAS DAN TANGGUNG-JAWAB
1. Kelompok Pengendali
a. Ketua :
1. Bertindak sebagai komando dan pengendali sesuai dengan
kewenangannya.
2. Mengkoordinir kegiatan dipusat pengendali krisis.
3. Menentukan pemberlakuan dan pencabutan keadaan darurat.
4. Memberi keterangan pers.
5. Melaporkan keadaan darurat dan hasil kegiatan yang telah
dilakukan kepada pimpinan.
b. Anggota :
1. Melaksanakan kegiatan sesuai bidang tugasnya.
2. Menginformasikan kepada Ketua tentang perkembangan situasi
dilapangan.
3. Berkoordinasi dengan kelompok pendukung dan pelaksana.
2. Kelompok Pendukung
Kegiatan kelompok pendukung ini dikoordinir oleh Pimpinan / Pejabat
yang ditunjuk masing-masing unit fungsional.
Tugas kelompok pendukung :
a. Menyiapkan dukungan komunikasi.
b. Menyiapkan Transportasi dan Logistik.
c. Menyiapkan fasilitas yang diperlukan dalam operasional.
d. Berkoordinasi dengan Kelompok Pengendali dan Pelaksana.
3. Kelompok Pelaksana
a. Pelayanan medis
1. Di IGD.
a). IGD dan dokter IGD sebagai koordinator.
b). SMF dan unsur medis lainnya sebagai pelaksana.
2. Didaerah bencana.
a). Dinas Kesehatan setempat atau Pejabat yang ditunjuk sebagai
koordinator Tim Medis.
b). Tim IGD dan unsur medis lainnya bertanggung-jawab terhadap
pelaksanaan pelayanan medis.
3. Melaporkan hasil identifikasi korban baik kejadian di IGD
maupun didaerah bencana ke Pusat Pengendali Krisis (EOC).
b. Pengamanan dan Ketertiban
1. Di IGD
a). Ka Satpam sebagai koordinator semua semua unsur pengamanan.
b). Satpam bertanggung-jawab atas :
- Kelancaran lalu-lintas ke dan dari lokasi musibah.
- Ketertiban penempatan korban yang selamat.
- Ketertiban orang-orang yang tidak berkepentingan.
- Keamanan barang-barang korban.
2. Dilokasi bencana :
Diatur oleh kapolda.
TRIASE MUSIBAH MASSAL

MUSIBAH MASSAL
Bahaya dan kesulitan masing-masing.
Petunjuk umum mengelola musibah massal.
Mungkin diperlukan modifikasi.
Ulah manusia atau alam.
Setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi
kemampuan Sistem Gawat darurat lokal, regional atau nasional dalam
memberikan perawatan adekuat secara cepat dalam meminimalkan
cedera atau kematian.
KEBERHASILAN PENGELOLAAN MEMERLUKAN :
1. Perencanaan sistem pelayanan gawat darurat lokal, regional dan
nasional,
2. Pemadam kebakaran,
3. Petugas hukum,
4. Pertahanan sipil.
5. Kesiapan rumah sakit,
6. Kesiapan pelayanan spesialistik.


Proses diatur Sistem Komando Bencana.
Kendali ditangan Satkorlak.
Bisa juga pada penegak hukum : kasus kriminal atau penyanderaan.
Kelompok lain membantu.
Jaringan komunikasi antar instansi.
Tingkat respons atas musibah massal dapat ditentukan :
tentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian.

Respons Tingkat I :
Musibah massal terbatas : dapat dikelola petugas Sistim Gawat darurat dan penyelamat lokal tanpa perlu bantuan dari luar organisasi.
Respons Tingkat II :
Musibah massal melebihi/sangat membebani petugas Sistim Gawat
darurat dan penyelamat lokal :
Membutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar instansi.
Khas dengan banyaknya jumlah korban.
Respons Tingkat III :
Musibah massal melebihi kemampuan sumber Sistim Gawat darurat dan
penyelamat baik lokal atau regional.
Banyak pasien tersebar pada banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan
koordinasi luas antar instansi.
TRIASE.
Proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit : menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi.
Proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan.
Triase inisial dilakukan petugas pertama yang tiba.
Nilai ulang terus menerus karena status dapat berubah.
Tidak ada standard nasional baku :
1. METTAG (Triage tagging system).
2. Sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).

Sistim METTAG.
Pendekatan untuk memprioritisasikan tindakan :
Prioritas Nol (Hitam) :
Mati atau jelas cedera fatal.
Tidak mungkin diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) :
Cedera berat yang perlukan tindakan dan transport segera.
1. gagal nafas,
2. cedera torako-abdominal,
3. cedera kepala / maksilo-fasial berat,
4. shok atau perdarahan berat,
5. luka bakar berat.
Prioritas Kedua (Kuning) :
Cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam
waktu dekat :
1. cedera abdomen tanpa shok,
2. cedera dada tanpa gangguan respirasi,
3. fraktura mayor tanpa shok,
4. cedera kepala / tulang belakang leher,
5. luka bakar ringan.
Prioritas Ketiga (Hijau) :
Cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera :
1. cedera jaringan lunak,
2. fraktura dan dislokasi ekstremitas,
3. cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,
4. gawat darurat psikologis.

Penuntun Lapangan START :
penilaian pasien 60 detik, mengamati :
1. ventilasi,
2. perfusi,
3. status mental,
untuk memastikan kelompok korban :
a. perlu transport segera / tidak,
b. tidak mungkin diselamatkan,
c. mati.
Penuntun Lapangan START :
Memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang
dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan
transport segera.

Sistim METTAG atau pengkodean dengan warna system tagging yang
sejenis, bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.

PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE :
1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.
2. Tim respons pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah korban untuk menentukan tingkat respons yang memadai.
3. Beritahukan koordinator untuk mengumumkan musibah massal dan kebutuhan akan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian.
4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :
a. Petugas Komando Musibah
b. Petugas Komunikasi.
c. Petugas Ekstrikasi / Bahaya
d. Petugas Triase Primer
e. Petugas Triase Sekunder.
f. Petugas Perawatan.
g. Petugas Angkut atau Transportasi.
5. Kenali dan tunjuk area sektor musibah massal :
a. Sektor Komando/Komunikasi.
b. Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).
c. Sektor Musibah.
d. Sektor Ekstrikasi.
e. Sektor Triase
f. Sektor Tindakan Primer
g. Sektor Tindakan Sekunder
h. Sektor Transportasi
6. Rencana Pasca Kejadian Musibah massal :
a. Kritik Pasca Musibah.
b. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).

RINGKASAN PROSEDUR MUSIBAH MASSAL DASAR, INTERMEDIET DAN PARAMEDIK.

Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan sempurna dalam peran khususnya dan pertanggung-jawabannya dalam usaha penyelamatan.
Karena banyak keadaan musibah massal yang kompleks, dianjurkan bahwa semua petugas harus berperan-serta dan harus menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan musibah massal.
KERANGKA ACUAN
PELATIHAN PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT
“ Basic Trauma and Cardiac Life Support ”
Bagi Perawat dan Bidan
A. Dasar pemikiran
Cedera bahkan Kematian dapat terjadi kapan saja, dimana saja, dan dapat dialami oleh siapa saja. Bencana nasional seperti gempa bumi di Kerinci, gempa bumi di Biak sampai terakhir Tsunami di Nangroe Aceh Darusalam dan Sumatera Utara merupakan contoh bagaimana musibah tak dapat kita hindari, sehebat apapun upaya kita untuk menghadapinya. Upaya rasional yang efektif adalah meminimalkan dampak yang mungkin timbul akibat bencana/cedera. Kematian memang milik Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi kematian karena sumbatan jalan napas, gangguan ventilasi paru, dan perdarahan, seharusnya dapat kita cegah.
Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) menjadi solusi terpilih terbaik untuk memberi bantuan bagi seseorang dengan kriteria “gawat darurat” . Pusponegoro (2005) menyatakan bahwa suatu sistem yang baik akan tercermin dari waktu tanggap (Respon Time) sesaat setelah cedera terjadi. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat itu tergantung kepada :
• Kecepatan ditemukannya penderita
• Kecepatan meminta bantuan pertolongan
• Kecepatan dan ketepatan bantuan yang diberikan
Melihat ketiga faktor tersebut dapat dimengerti bahwa pertolongan pertama di tempat kejadian ( On The Spot ) sebaiknya dilakukan oleh penolong yang memahami prinsip resusitasi dan stabilisasi, ekstrikasi dan evakuasi, serta cara transportasi penderita dengan benar.
Kedudukan tenaga kesehatan di dalam SPGDT memiliki posisi sangat strategis. Kondisi penderita yang membutuhkan jalan napas yang bersih, ventilasi paru adequat, dan terhindar dari perdarahan lanjut serta terlindungi dari kecacatan menjadi poin penting bahwa seorang penolong pertama harus mempunyai dasar keilmuan yang memadai tentang keterampilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD). Kurikulum Program Pendidikan Ners atau Bidan yang sekarang diterapkan, juga dapat memudahkan mereka jika mengikuti pelatihan mengenai PPGD.
Adalah Yayasan Ambulan Gawat Darurat (YAGD) 118 Jakarta diresmikan tahun 1992 dengan akta notaris meskipun 26 tahun sebelumnya telah berkiprah dalam pelayanan bagi korban kecelakaan lalu lintas di Jakarta. Yayasan ini berada dalam pembinaan Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) yang dalam perkembangan organisasi selanjutnya menjadi sentral pendidikan dan pelatihan kegawatdaruratan di Indonesia. Terwujudnya ”safe community” adalah komitmen lembaga dengan menyebarkan dan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan gawat darurat untuk masyarakat umum, public officer, dokter, perawat dan petugas kesehatan lainnya. Pelatihan ”Basic Trauma and Cardiac Life Support ” (BTCLS) merupakan salah satu bentuk kurikulum pelatihan berstandar nasional bagi tenaga kesehatan yang mengenai teknik bantuan pertolongan untuk penderita gawat darurat.
Yayasan Ikatan Perawat Pendidik Sukabumi merupakan wadah bagi setiap individu perawat yang memiliki jiwa pendidik, mempunyai misi dan komitmen untuk selalu terlibat dalam upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan anggota komunitasnya. Pendidikan dan pelatihan yang bersertifikat menjadi agenda tetap yayasan sebagai bentuk kontribusi lembaga kami bagi kemajuan profesi keperawatan. Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat ini dilaksanakan sebagai wujud nyata tujuan tersebut.
B. Tujuan Pelatihan
Tujuan Umum :
Menyelenggarakan pelatihan dalam kegawatdaruratan secara profesional dengan mengedepankan aspek legalitas dan nilai jual dalam rangka menciptakan lulusan pelatihan yang kompeten
Tujuan Khusus :
Tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan pelatihan BTCLS adalah peserta didik diharapkan mampu :
1. Menganalisa kebutuhan organisasi SPGDT dalam pelayanan gawat darurat sehari-hari dan pelayanan gawat darurat dalam bencana di wilayah kerjanya.
2. Mempraktekkan keterampilan dalam mengidentifikasi kebutuhan penderita gawat darurat secara cepat, tepat dan akurat (initial assessment)
3. Mempraktekkan keterampilan dalam mengupayakan jalan napas yang bersih sekaligus memproteksi terhadap spinal (Airway Management)
4. Mempraktekkan keterampilan dalam mengupayakan ventilasi paru dan perfusi jaringan yang adequat (Breathing and Ventilatory Management)
5. Mempraktekkan keterampilan dalam mengatasi syok dan mengontrol perdarahan (Circulatory Management)
6. Mempraktekkan keterampilan Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support-Cardiopulmonal Rescucitation)
7. Mempraktekan keterampilan dasar gawat darurat bagi penderita yang mengalami trauma/injury/cedera
8. Mempraktekan keterampilan dasar gawat darurat jantung : EKG dan Cardio Shock
9. Mempraktekkan keterampilan pemasangan balutan dan pembidaian
10. Mempraktekkan keterampilan ekstrikasi, evakuasi dan tranportasi dengan teknik yang benar
C. Sasaran
Sasaran pelatihan PPGD ini adalah dosen keperawatan/bidan, praktisi keperawatan/bidan, mahasiswa Keperawatan/bidan yang berstatus dan tercatat pada 2 (dua) semester akhir program pendidikannya. Satu angkatan peserta pelatihan berjumlah dari 32 sampai 35 orang.
D. Materi Program Pelatihan
Program Pelatihan PPGD diselenggarakan dengan berdasarkan kerangka Basic Trauma dan Basic Cardiac Life Support (BTLS & BCLS). Materi Pelatihan meliputi pokok bahasan di bawah ini :
1. Persfektif keperawatan Gawat Darurat
2. Organisasi PPGD : SPGDT/harian & SPGDB/bencana
3. Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)
4. Penilaian Awal dan Resusitasi (Initial Assesment)
5. Airway and Breathing Management
6. Syok Management
7. Keracunan/intoksikasi
8. Biomekanik Trauma
9. Trauma Kepala dan Spinal
10. Trauma Thorak dan Abdomen
11. Luka, perdarahan dan Fraktur
12. Penanganan Luka bakar
13. Triage Skenario
14. Pengenalan dan Penatalaksanaan Dasar Gawat Darurat Jantung : EKG Normal, aritmia yang mengancam jiwa
15. Extrikasi, evakuasi dan Transportasi Penderita gawat darurat
E. Metoda Pelatihan
Proses belajar interaktif dengan ceramah, simulasi dan demontrasi. Diskusi dilakukan untuk membahas suatu kasus gawat darurat. Bahan materi pelatihan dibagikan ke semua peserta minimal 1 (satu) minggu sebelum pelatihan dilaksanakan.
F. Pelaksana Pelatihan
Kegiatan pelatihan diselenggarakan secara penuh oleh tim dari Yayasan Ambulan Gawat Darurat (YAGD) 118 Jakarta yang dibina oleh Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) Jakarta. Nara Sumber utama adalah 4-5 orang instruktur yang terdiri dari ;
1. Dokter ahli bedah bersertifikat ATLS (Advance Trauma Life Support)
2. Dokter ahli jantung bersertifikat ACLS(Advance Cardiac Life Support)
3. Perawat AGD 118
G. Waktu dan Tempat Pelatihan
Pelatihan dilaksanakan 5 (lima) hari dimulai pukul 8.00 sampai 16.00 setiap harinya. Tempat pelatihan ditentukan oleh panitia lokal dengan tempat sesuai standarisasi dari pengyelenggaraan pelatihan BTCLS.
H. Biaya Dan Fasilitas pelatihan
Anggaran penyelenggaraan pelatihan dibebankan pada peserta dengan biaya sebesar Rp. 1.400.000. (Satu Juta Empat Ratus Ribu Rupiah) perpeserta untuk tempat di Sukabumi. Biaya tersebut dipergunakan untuk pelaksanaan kegiatan pembelajaran pelatihan yang terdiri dari : Paket Biaya ke Jakarta, akomodasi nara sumber, akomodasi peserta, dan sewa tempat.
Fasilitas yang didapatkan peserta pelatihan dengan biaya tersebut di atas :
1. Buku Paket Panduan Pelatihan
2. Sertifikat pelatihan bernilai 2 SKS akreditasi PPNI Pusat
3. Alat tulis ( Bolpoint + Blocknote)
4. Tas pelatihan
5. Makan 1 kali dan snack 2 kali setiap harinya
*) Point no 1 s.d. 4 disiapkan oleh fihak YAGD 118. Sedangkan fasilitas yang harus disiapkan oleh panitia pelaksana lokal :
- Ruang kuliah 1 lokal + autostabilizer + audio kit
- Ruang skill station berukuran min. 3 m X 4 m + 1 buah Meja ( 3 lokal )
- Relawan 3 orang untuk menjadi pasien simulasi ujian praktek di hari kelima
- Blangkar/tandu 1 unit (dapat diganti dengan meja panjang)
- Akomodasi nara sumber (makan dan penginapan)
I. Evaluasi Pelatihan dan Tindak Lanjut
Evaluasi penyelenggaraan pelatihan meliputi :
1. Evaluasi tertulis bagi peserta dengan pretest dan postest
2. Ujian praktek laboratorium
3. Sertifikasi diberikan jika :
a. Kehadiran peserta 100 %
b. Dinyatakan lulus berdasarkan penilaian secara obyektif merujuk pada kompetensi yang harus dicapai peserta pelatihan
4. Evaluasi penyelenggaraan pelatihan
5. Pembinaan berkelanjutan bagi alumni pelatihan
I. Penutup
Demikian kerangka acuan pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat darurat (PPGD) : BTCLS ini dibuat untuk diketahui serta dijadikan pedoman dalam penyelenggaraannya.
SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU.
Ns. Edy Tahir S,S.Kep
IRD RSUD Tenriawaru Bone
Pendahuluan
Bencana merupakan peristiwa yang biasanya mendadak (bisa perlahan) disertai jatuhnya banyak korban dan bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat, mengganggu dan merugikan masyarakat, pelaksanaan dan hasil pembangunan. Indonesia merupakan super market bencana. Bencana pada dasarnya karena gejala alam dan akibat ulah manusia. Untuk mencegah terjadinya akibat dari bencana, khususnya untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, diperlukan suatu cara penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana. Ditingkat nasional ditetapkan Bakornas-PBP (sekarang Banas), Satkorlak-PBP dipropinsi dan Satlak-PBP dikabupaten kota. Unsur kesehatan tergabung didalamnya.
Dalam keadaan sehari-hari maupun bencana, penanganan pasien gadar melibatkan pelayanan pra RS, di RS maupun antar RS. Memerlukan penanganan terpadu dan pengaturan dalam sistem. Ditetapkan SPGDT-S dan SPGDT-B (sehari-hari dan bencana) dalam Kepres dan ketentuan pemerintah lainnya.
Disadari untuk peran jajaran kesehatan mulai tingkat pusat hingga desa memerlukan kesiapsiagaan dan berperan penting dalam penanggulangan bencana, mengingat dampak yang sangat merugikan masyarakat. Untuk itu seluruh jajaran kesehatan perlu mengetahui tujuan dan langlah-langkah kegiatan kesehatan yang perlu ditempuh dalam upaya kesiapsiagaan dan penanggulangan secara menyeluruh.
Tujuan
1. Didapatkan kesamaan pola pikir / persepsi tentang SPGDT.
2. Diperoleh kesamaan pola tindak dalam penanganan ksus gadar dalam keadaan sehari-
hari maupun bencana.
Pengertian
1. Safe Community, (SC) : Keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk
masyarakat. Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina.
2. Bencana : Kejadian yang menyebabkan terjadinya banyak korban gadar, yang tidak da
pat dilayani oleh unit pelayanan kesehatan seperti biasa, terdapat kerugian material dan
terjadinya kerusakan infra struktur fisik serta terganggunya kegiatan normal
masyarakat.
3. Pasien gadar adalah pasien yang berada dalam ancaman kematian dan memerlukan
pertolongan segera.
4. SPGDT : Sistem penanggulangan pasien gadar yang terdiri dari unsur, pelayanan pra
RS, pelayanan di RS dan antar RS. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang
menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh
masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gadar dan
sistem komunikasi.
5. PSC (Public Safety Center) : Pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat
dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegadaran, termasuk pelayanan medis yang
dapat dihubungi dalam waktu singkat dimanapun berada. Merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk mendapatkan respons cepat (quick re
sponse) terutama pelayanan pra RS.
6. BSB (Brigade Siaga Bencana) : Satuan tugas kesehatan yang terdiri dari petugas me
dis (dokter, perawat), paramedik dan awam khusus yang memberikan pelayanan kese
hatan berupa pencegahan, penyiagaan maupun pertolongan bagi korban bencana.
7. UGD (Unit Gawat Darurat) : Unit pelayanan di RS yang memberikan pelayanan pertama
pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacadan secara terpadu dengan meli
batkan berbagai disiplin.
8. HCU (High Care Unit) : Unit pelayanan di RS yang melakukan pelayanan khusus bagi
pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik dan kesadaran yang sudah stabil dan
masih memerlukan pengobatan, perawatan dan pengawasan secara ketat.
9. URI (Unit Rawat Intensif) : Unit pelayanan di RS yang melakukan pelayanan khusus
bagi pasien gadar yang menggunakan berbagai alat bantu untuk mengatasi ancaman
kematian dan melakukan pengawasan khusus terhadap fungsi vital tubuh.
SAFE COMMUNITY
Pelayanan kasehatan di Indonesia beralih ke dan berorientasi pada paradigma sehat. Untuk mencapai hal tsb. dicanangkan program Safe Community oleh Depkes pada HKN 36 di Makassar. Adalah gerakan agar masyarakat merasa sehat, aman dan sejahtera dimanapun mereka berada yang melibatkan peran aktif himpunan profesi maupun masyarakat. Gerakan ini juga terkandung dalam konstitusi WHO.
Mempunyai dua aspek, care dan cure, Care adalah adanya kerja-sama lintas sektoral terutama jajaran non kesehatan untuk menata perilaku dan lingkungan di masyarakat untuk mempersiapkan, mencagah dan melakukan mitigasi dalam menghadapi berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan dan kesejahteraan. Cure adalah peran utama sektor kesehatan dibantu sektor lain terkait dalam upaya melakukan penanganan keadaan dan kasus-kasus gadar.
Kemampuan masyarakat melakukan pertolongan pertama yang cepat dan tepat pra RS merupakan awal kegiatan penanganan dari tempat kejadian dan dalam perjalanan ke RS untuk mendapatkan pelayanan yang lebih efektif di RS.
Melalui gerakan SC diharapkan dapat diwujudkan upaya-upaya untuk mengubah perilaku mulai dari kelompok keluarga, kelompok masyarakat dan lebih tinggi hingga mencapai seluruh masyarakat Indonesia. Gerakan ini harus dikembangkan secara sistematis dan berkesinambungan dengan mengikutsertakan berbagai potensi. Gerakan ini ditunjang komponen dasar : Subsistem komunikasi, transportasi, yankes maupun non kesehatan termasuk biaya yang bersinergi.
Sistem yang dikembangkan Depkes adalah pengembangan model dan pembuatan standar maupun pedoman yang diperlukan. Daerah memiliki peluang menyusun rencana kesehatan sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakatnya.
Visi gerakan SC
Menjadi gerakan di masyarakat yang mampu melindungi masyarakat dalam keadaan kedaruratan sehari-hari dan melindungi masyarakat dalam situasi bencana maupun atas dampak akibat terjadinya bencana, sehingga tercipta perilaku masyarakat dan lingkungan sekitarnya untuk terciptanya situasi sehat dan aman.
Misi gerakan SC
1. Mendorong terciptanya gerakan masyarakat untuk menjadi sehat, aman dan sejahtera.
2. Mendorong kerja-sama lintas sektor dan program dalam gerakan mewujudkan
masyarakat sehat dan aman.
3. Mengembangkan standar nasional dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
4. Mengusahakan dukungan pendanaan bidang kesehatan dari pemerintah, bantuan luar
negeri dan bantuan lain dalam rangka pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan
kesehatan terutama dalam keadaan darurat. Menata sistem pendukung pelayanan ke
sehatan pra RS dan playanan kesehatan di RS dan seluruh unit pelayanan kesehatan
di Indonesia.
Nilai dasar
1. SC meliputi aspek care (pencegahan, penyiagaan dan mitigasi),
2. Equity, adanya kebersamaan dari institusi pemerintah, kelompok/organisasi profesi dan
masyarakat dalam gerakan SC.
3. Partnership, menggalang kerja-sama lintas sektor dan masyarakat untuk mencapai tu
juan dalam gerakan SC.
4. Net working, membangun suatu jaring kerja-sama dalam suatu sistem dengan melibat
kan seluruh potensi yang terlibat dalam gerakan SC.
5. Sharing, memiliki rasa saling membutuhkan dan kebersamaan dalam memecahkan se
gala permasalahan dalam gerakan SC.
Maksud
Memberikan pedoman baku bagi daerah dalam melaksanakan gerakan SC agar terciptanya masyarakat sehat, aman dan sejahtera.
Tujuan
1. Menggerakkan partisipasi masyarakat dalam gerakan SC dan menata perilaku
masyarakat dan ingkungannya menuju perilaku sehat dan aman.
2. Membangun SPGDT yang dapat diterapkan pada seluruh lapisan masyarakat.
3. Membangun respons masyarakat pada pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat
melalui pusat pelayanan terpadu antara lain PSC dan potensi penyiagaan fasilitas ke
sehatan serta peran serta masyarakat dalam menghadapi bencana.
4. Mempercepat response time kegadaran untuk menghindari kematian dan kecacadan
yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Sasaran yang ingin dicapai
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kepedulian masyarakat dan profesi kese
hatan dalam kewaspadaan dini kegadaran.
2. Terlaksananya koordinasi lintas sektor terkait dalam SPGDT, baik untuk keamanan dan
ketertiban (kepolisian), unsur penyelamatan (PMK) dan unsur kesehatan (RS, Puskes
mas, ambulans dll) yang tergabung dalam satu kesatuan dengan mewujudkan PSC.
3. Terwujudnya subsistem komunikasi dan transportasi sebagai pendukung dalam satu
sistem, SPGDT.
Falsafah dan Tujuan Organisasi dalam SC
1. Gerakan SC diwujudkan untuk memberikan rasa sehat dan aman dengan melibatkan
seluruh potensi masyarakat serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas pada pela-
yanan kesehatan pra RS dan RS atau antar RS secara optimal.
2. Merubah perilaku mulai dari anggota keluarga, kelompok hingga yang lebih tinggi se
cara berjenjang agar mampu menanggulangi kegadaran sehari-hari.
3. Ada visi, misi, tujuan dan sasaran.
4. Menggunakan motto time saving is life and limb saving dan kemampuan rehabilitasi
pasca keadaan gadar sebagai bagian upaya mewujudkan rasa sehat dan aman bagi
masyarakat.
Ketentuan umum dalam pengorganisasian
1. Organisasi gerakan SC didaerah didasarkan pada organisasi yang melibatkan multi
disiplin dan multi profesisi.
2. Terdapat unsur pimpinan/wakil, sekretaris, bendahara dan anggota.
3. Minimal melibatkan unsur keamanan dan ketertiban (kepolisian, penyelamatan/PMK
dan kesehatan, dan kemudian dilibatkan unsur lain seperti keselamatan dan kesehatan
kerja karyawan dan humas.
Administrasi dan pengelolaan
1. Harus ada struktur serta uraian tugas, pembagian kewenangan dan mekanisme hu-
bungan kerja dengan unit lain.
2. Unit kerja terkait al. jajaran kesehatan, kepolisian, PU, keselamatan kerja dan tenaga
kerja, telekomunikasi, ormas (ORARI, RAPI, PMI dll).
3. Adanya ketetapan produk hukum, merupakan dasar mencapai visi, misi dan tujuan.
4. Adanya petunjuk dan informasi yang disediakan bagi masyarakat untuk mejamin kemu
dahan dan kelancaran dalam memberikan pelayanan di masyarakat.
5. Ada PSC sebagai unit pelaksana yang berfungsi untuk respons cepat kegadaran di
masyarakat.
Staf dan pimpinan
1. Gerakan SC diselenggarakan oleh seluruh komponen masyarakat dengan kepala
daerah menetapkan keberadaan organisasi ini dengan SK.
2. Organisasi dimaksud adalah PSC yang dibangun disetiap daerah.
3. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang ditetapkan sesuai kebutuhan.
Fasilitas dan Peralatan
1. Fasilitas yang disediakan harus dapat menjamin efektifitas bagi pelayanan kepada
masyarakat termasuk pelayanan UGD di RS dengan waktu pelayanan 24 jam.
2. Sarana dan prasarana, peralatan dan obat yang disiapkan sesuai dengan standard
yang ditetapkan Depkes.
3. Adanya subsistem pendukung baik komunikasi, transportasi termasuk ambulans dan
keselamatan kerja.
Kebijakan dan prosedur
1. Tertulis agar dapat dievaluasi dan disempurnakan.
2. Ditetapkan kebijakan pelayanan kasus gadar pra RS, RS dan rujukannya termasuk
adanya perencanaan RS dalam penanganan bencana (Hospital disaster plan).
3. Ditetapkan adanya PSC ditiap daerah dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan de-
ngan keselamatan kerja dan kegadaran sehari-hari.
SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU
Umum
Sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gadar baik dalam keadaan bencana maupun sehari-hari. pela-yanan medis sistem ini terdiri 3 subsistem yaitu pelayanan pra RS, RS dan antar RS.
Sistem pelayanan Medik Pra RS
Dengan mendirikan PSC, BSB dan pelayanan ambulans dan komunikasi.
Pelayanan sehari-hari :
- PSC. Didirikan masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Pengorganisasian dibawah Pemda. SDM berbagai unsur tsb. ditambah masyarakat yang bergiat dalam upaya pertolongan bagi masyarakat. Biaya dari masyarakat. Kegiatan menggunakan perkembangan teknologi, pembinaan untuk memberdayakan potensi masyarakat, komunikasi untuk keterpaduan kegiatan. Kegiatan lintas sektor. PSC berfungsi sebagai respons cepat penangggulangan gadar.
- BSB. Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesehatan dalam bencana. Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, DInkes, RS), petugas medis (perawat, dokter), non medis (sanitarian, gizi, farmasi dll). Pembiayaan dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan APBN/APBD.
- Pelayanan Ambulans. Terpadu dalam koordinasi dengan memanfaatkan ambulans Puskesmas, klinik, RB, RS, non kesehatan. Koordinasi melalui pusat pelayanan yang disepakati bersama untuk mobilisasi ambulans terutama dalam bencana.
- Komunikasi. Terdiri dari jejaring informasi, koordinasi dan pelayanan gadar hingga seluruh kegiatan berlangsung dalam sistem terpadu.
- Pembinaan. Berbagai pelatihan untuk meningkatan kemampuan dan keterampilan bagi dokter, perawat, awam khusus. Penyuluhan bagi awam.
Pelayanan pada bencana, terutama pada korban massal
- Koordinasi, komando. Melibatkan unit lintas sektor. Kegiatan akan efektif dan efisien bila dalam koordinasi dan komando yang disepakati bersama.
- Eskalasi dan mobilisasi sumber daya. Dilakukan dengan mobilisasi SDM, fasilitas dan sumber daya lain sebagai pendukung pelayanan kesehatan bagi korban.
- Simulasi. Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi apakah dapat diimplementasikan pada keadaan sebenarnya.
- Pelaporan, monitoring, evaluasi. Penanganan bencana didokumentasikan dalam bentuk laporan dengan sistematika yang disepakati. Data digunakan untuk monitoring dan evaluasi keberhasilan atau kegagalan, hingga kegiatan selanjutnya lebih baik.
Sistem Pelayanan Medik di RS
1. Perlu sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang dll.
2. Perlu Hospital Disaster Plan, Untuk akibat bencana dari dalam dan luar RS.
3. Transport intra RS.
4. Pelatihan, simulasi dan koordinasi adalah kegiatan yang menjamin peningkatan ke
mampuan SDM, kontinuitas dan peningkatan pelayan medis.
5. Pembiayaan diperlukan dalam jumlah cukup.
Sistem Pelayanan Medik Antar RS.
1. Jejaring rujukan dibuat berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas.
2. Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS ke RS.
3. Sistem Informasi Manajemen, SIM. Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan da
lam pelayanan. Perlu juga dalam audit pelayanan dan hubungannya dengan penunjang
termasuk keuangan.
4. Koordinasi dalam pelayanan terutama rujukan, diperlukan pemberian informasi kea
daan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan sebelum pasien ditranportasi ke RS tujuan.
Hal-hal khusus
1. Petunjuk Pelaksanaan Permintaan dan Pengiriman bantuan medik dari RS rujukan.
2. Protap pelayanan Gadar di tempat umum.
3. Pedoman pelaporan Penilaian Awal/Cepat.

PUBLIC SAFETY CENTER
Diadakannya PSC dilandasi aspek time management sebagai implementasi time saving is life and limb saving yang mengandung unsur kecepatan atau quick respons dan ketepatan berupa mutu pelayanan yang sesuai standar. Unsur kecepatan dipenuhi oleh subsistem transportasi dan komunikasi handal sedang unsur ketepatan dipenuhi oleh kemampuan melakukan pertolongan penderita gadar (PPGD) meliputi basic life support dan advance life support sesuai masalah yang dihadapi. Pelayanan bersifat gratis dan begitu sampai RS, berlaku sistem pembayaran yang berlaku. Awak ambulans PSC berstandar BLS dan ALS.
Peran Dirjen Bina Yanmed Depkes
Tujuan pembangunan kesehatan antaranya memperbaiki kualitas pelayanan diseluruh daerah dan seluruh fasilitas pelayanan. Pelayanan medik diberikan pada individu berupa upaya promotif, kuratif dan rehabilitatif yang bersifat continuum (terus menerus). Pela-yanan medik dasar berupa pencegahan primer (health promotion dan specific protection) oleh tenaga medik maupun non medik. Pencegahan sekunder berupa deteksi dini dan pengobatan serta pembatasan cacad, serta pencegahan tertier berupa rehabilitasi medik maksimal oleh dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lain. Yanmed dasar merupakan basis dari sistem rujukan medik spesialistik.
Hubungan Kebijakan Depkes dengan pelayanan pada masyarakat
Arah dan kebijakan pembangunan kesehatan yang ditetapkan Menkes lebih menekankan pada upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan tanpa mengabaikan pelayanan penyembuhan dan rehabilitasi untuk mencapai visi Indonesia Sehat 2010. Berdasar PP 25/2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan propinsi dan Kepmenkes 130/2000 tentang Organisasi dan cara kerja Depkes, maka yanmed dalam pembangunan kesehatan memerlukan :
1. Penetapan pedoman sertifikasi teknologi yanmed.
2. Penetapan pedoman penerapan, penapisan dan pengembangan teknologi dan standar
etika medik.
3. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana yanmed.
4. Penetapan standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
5. Penetapan pedoman pembiayaan yanmed.
Paradigma yanmed unggulan menganut pada (mengacu pada dasar-dasar bangkes tsb.):
1. Pergeseran orientasi dari professional driven menjadi client driven, klien yang semula objek menjadi subjek pelayanan. Otonomi klien sangat diutamakan seperti pada informed consent yang berupa pemberian informasi timbal balik seimbang. Hubungan provider dan client merupakan dasar yanmed. Kepuasan klien merupakan fokus pelayanan yang menjamin kesembuhan, penurunan keluhan dan atau peningkatan kesehatan. Client driven approach merupakan lingkungan kondusif dalam menciptakan budaya mutu dari institusi yanmed.
2. Yanmed terintegrasi adalah pelayanan holistic-continuum yang akan meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan, termasuk pertimbangan biaya. Manajemen profesional memacu sinergi seluruh sumber daya.
3. Evidence based medicine adalah yanmed yang dilaksanakan profesional mengacu pada fakta yang benar, dapat dipercaya yang diinformasikan pada klien dan akan melandasi keputusan dan tindakan profesional yanmed.
4. Medicine by law. Industri pelayanan medik mengandung unsur ekonomi, sosial, profesional. Transaksi yanmed tidak sama dengan transaksi umum yang mengandung kepastian. Walaupun pasien ditangani lege artis dapat saja terjadi kematian dan kecacadan. Undang-undang perlindungan konsumen tidak dapat diterapkan dalam yanmed. Untuk itu hukum yanmed perlu dikembangkan secara adil baik dari sisi provider maupun klien. Hukum dan perundangan dalam yanmed tsb. sebagi landasan medicine by law yang merupakan risk management menuju pelayanan prima.
Hubungan kebijakan Depkes dengan PSC
Menyediakan pelayanan prima pra RS. Menyediakan dokter yang memiliki kemampuan BLS dan ALS. Mengusahakan geomedic mapping yang merupakan pemetaan sumberdaya sarana dan prasarana kesehatan (SDM, biaya, teknologi) serta lokasi permasa-lahan, akan mempermudah koordinasi dan penggerakan sumberdaya kesehatan dan non kesehatan. Pelayanan yang baik terkait dengan komunikasi dan transportasi terutama dalam bencana. Koordinasi dengan polisi/SAR-PMK diperlukan. Koordinasi dengan unsur yang ditetapkan pemerintah yaitu Bakornas/Banas, Satkorlak, Satlak PBP hingga terjadi sinergi, efisiensi dan mutu penanggulangan.
Strategi pembentukan dan pengembangan PSC
1. Administrasi dan manajemen. Pengembangan visi, misi, strategi, kebijakan dan langkah-langkah. Memuat berbagai peraturan perundangan pembagian tugas kewajiban kewenangan dan tanggung-jawab antara unsur struktural tingkat pusat, propinsi, kabupaten-kota, termasuk sarana-prasarana yang berhubungan dengan transportasi, maupun yankes pra RS hingga RS. Diperlukan peran serta awam, awam khusus, asuransi, yang akan terkait dalam mengatur prosedur dan hubungan kerja. Pengembangan standar pelayanan, skreditasi dan srtifikasi PSC dipelukan. Dikembangkan hubungan kerja-sama (partnership, networking, communicating, sharing) dengan instansi terkait yang berperan pada PSC.
2. SDM. Memacu sistem perencanaan pengadaan, pemanfaatan serta pengembangannya sehingga tercipta hubungan yang tepat, link and match, dengan kebutuhan setempat. SDM didapat dari pengembangan nasional atau daerah. Profesionalisme diatur perun-dangan. Dibuat ketentuan tentang sertifikasi, ijazah keahlian, akreditasi diklat serta penataan jabatan struktural dan fungsional yang proporsional. Dikembangkan emergency and disaster medicine untuk memenuhi kebutuhan daerah/nasional.
3. Teknologi. Pengembangan teknologi medik dan non medik dan penunjangnya. Melalui sistem penapisan, pemanfaatan, modifikasi serta penguasaannya terencana.
4. Pembiayaaan. Baik terhadap public goods, public private maupun private goods ditata melalui sistem prabayar seperti JPKM, asuransi, out of pocket, subsidi.
Kata kunci perencanaan terbentuknya PSC, merupakan unsur essensial PSC yang akan menjamin terwujudnya SC, al:
1. Save community.
2. Time saving is life and limb saving.
3. Preparedness, prevention, mitigation, quick response dan rehabilitation.
4. Administrasi-manajemen, SDM, teknologi dan pembiayaan.
TANGGAP DARURAT BENCANA
Pengertian
1. Korban massal. Korban relatif banyak akibat penyebab yang sama dan perlu perto-
longan segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang ter
sedia. Tanpa kerusakan infra struktur.
2. Bencana. Mendadak / tidak terencana atau perlahan tapi berlanjut, berdampak pada
pola kehidupan normal atau ekosistem, hingga diperlukan tindakan darurat dan luar bi
asa untuk menolong dan menyelamatkan korban dan lingkungannya. Korban banyak,
dengan kerusakan infra struktur.
3. Bencana kompleks. Bencana disertai permusuhan yang luas, disertai ancaman kea
manan serta arus pengungsian luas. Korban banyak, kerusakan infra struktur, disertai
ancaman keamanan.
Masalah saat bencana
1. Keterbatasan SDM. Tenaga yang ada umumnya mempunyai tugas rutin lain
2. Keterbatasan peralatan / sarana. Pusat pelayanan tidak disiapkan untuk jumlah korban
yang besar.
3. Sistem Kesehatan. Belum disiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana.
Fase pada Disaster Cycle
1. Fase Impact / bencana. Korban jiwa, kerusakan sarana-prasarana, infra struktur, tata- nan sosial sehari-hari.
2. Fase Acute Response / tanggap segera :
a. Acute emergency response. Rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi definitif.
b. Emergency relief. Mamin, tenda untuk korban sehat.
c. Emergency rehabilitation. Perbaikan jalan, jembatan dan sarana dasar lain untuk pertolongan korban.
3. Recovery. Pemulihan.
4. Development. Pembangunan.
5. Prevention. Pencegahan.
6. Mitigation. Pelunakan efek bencana.
7. Preparedness. Kesiapan menghadapi bencana.
Perlindungan diri bagi petugas
- Prinsip Safety.
a. Do no further harm.
b. Safety diri saat respons kelokasi. Alat pengaman, rotator selalu hidup, sirine hanya saat mengambil korban, persiapan pada kendaraan, parkir 15 m dari lokasi (ke bakaran : 30 m, perhatikan arah angin).
c. Safety diri ditempat kejadian. Minimal berdua. Koordinasi dengan fihak terkait, cara mengangkat pasien, proteksi diri.
d. Safety lingkungan. Waspada bahaya yang mengancam.
- Protokol Safety
1. Khusus. Atribut, tanda pengenal posko-ambulans, perangkat komunikasi khusus tim,
jaring kerjasama dengan keamanan, hanya masuk daerah yang dinyatakan aman.
Pada daerah konflik hindari menggunakan kendaraan keamanan, ambil jarak dengan
petugas keamanan. Utamakan pakai kendaraan kesehatan / PMI.
2. Umum. Koordinasi dengan instansi setempat, KIE netralitas, siapkan jalur penyela
matan diri yang hanya diketahui tim, logistik cukup, kriteria kapan harus lari.
Posko Pelayanan Gadar Bencana
1. Penyediaan posko yankes oleh petugas yang berhadapan langsung dengan
masyarakat. Perhatikan sarat-sarat mendirikan posko.
2. Penyediaan dan pengelolaan obat.
3. Penyediaan dan pengawasan makanan dan minuman.
Rapid Health Assessment (RHA)
Pengertian
Penilaian kesehatan cepat melalui pengumpulan informasi cepat dan analisis besaran masalah sebagai dasar mengambil keputusan akan kebutuhan untuk tindakan penanggulangan segera.
Tujuan RHA
Penilaian cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah kesehatan akibat bencana atau pengungsian, hasilnya berbentuk rekomendasi untuk digunakan dalam pengambilan keputusan penanggulangan kesehatan selanjutnya.
Secara khusus menilai jenis bencana, lokasi, penduduk terkena, dampak yang telah / akan terjadi, kerusakan sarana yang menimbulkan masalah, kemampuan sumberdaya untuk mengatasi masalah, kemampuan respons setempat.
Ruang lingkup
Medis, epidemiologis, lingkungan.
Penyusunan instrumen
Berbeda untuk tiap jenis kejadian, namun harus jelas tujuan, metode, variabel data, ke-rangka analisis, waktu pelaksanaan dan instrumen harus hanya variabel yang dibutuhkan.
Variabel : Lokasi, waktu kejadian, jumlah korban dan penyebarannya, lokasi pengungsian, masalah kesehatan dan dampaknya (jumlah tewas, jumlah luka, jumlah kerusakan sarana, endemisitas setempat, potensi air bersih, kesiapan sarana yankes, ketersediaan logistik, upaya kesehatan yang telah dilakukan, fasilitas evakuasi, kesiapan tenaga, geografis, bantuan awal yang diperlukan, kemampuan respons setempat, hambatan yang ada).
Pengumpulan data
1. Waktu. Tergantung jenis bencana.
2. Lokasi. Lokasi bencana, penampungan, daerah sekitar sebagai sumber daya.
3. Pelaksana / Tim RHA. Medis, epidemiologi, kesling, bidan/perawat, sanitarian yang bisa
bekerjasama dan memiliki kapasitas mengambil keputusan.
Metode RHA
Pengumpulan data dengan wawancara dan observasi langsung.
Analisis RHA
Diarahkan pada faktor risiko, penduduk yang berisiko, situasi penyakit dan budaya lokal, potensi sumber daya lokal, agar diperoleh gambaran.
1. Luasnya lokasi, hubungan transportasi dan komunikasi, kelancaran evakuasi, rujukan
dan pertolongan, dan pelayanan kesehatan.
2. Dampak kesehatan (epidemiologi). Angka kematian-luka, angka yang terkena dan perlu
pertolongan, penyakit menular berpotensi KLB.
3. Potensi sarana pelayanan. Kemampuan sarana kesehatan terdekat.
4. Potensi sumber daya kesehatan setempat dan kemugkinan mendapatkan bantuan.
5. Potensi sumber air dan sanitasi.
6. Kesediaan logistik. Yang masih ada dan yang diperlukan.
Rekomendasi
Berdasar analisis. Segera disampaikan pada yang berwenang mana yang bisa diatasi sendiri, mana yang perlu bantuan.
Obat-bahan-alat, medik-paramedik-surveilans-sanling, pencegahan-immunisasi, ma-min, sanling, kemungkinan KLB, koordinasi, jalur komunikasi, jalur koordinasi, bantuan lain untuk mendukung kecukupan dan kelancaran pelayanan.
PUSTAKA
1. Seri Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) / General Emergency Life Support (GELS) : Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan ketiga. Dirjen Bina Yanmed Depkes RI, 2006.
2. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community modul 4). Depkes RI, 2006.

Kamis, 13 Mei 2010

PREEKLAMSIA

Waspadai Preklamsia Saat Hamil
Oleh: Ns.Edy Tahir,S.Kep

Ibu hamilPreklamsia adalah masalah umum yang timbul saat kehamilan. Preklamsia adalah tingginya tekanan darah dan kelebihan kadar protein dalam urin setelah kehamilan berusia 20 minggu. Seringkali preklamsia ini hanya merupakan peningkatan tekanan darah. Tetapi bila tidak dijaga kemungkinan dapat berakibat fatal, kemungkinan komplikasi pada ibu dan bayinya.

Satu-satunya pengobatan yang paling manjur adalah dengan segera melahirkan, terutama bila preklamsia ini terjadi saat kehamilan mendekati masa-masa kelahiran. Tetapi jika preklamsia ini terjadi pada awal masa kehamilan, maka dokter akan berusaha memperpanjang kehamilan sampai bayi dianggap telah cukup untuk lahir.

Tanda dan gejala

Tanda preklamsia adalah dengan naiknya tekanan darah (hipertensi) dan terdapatnya kadar protein dalam urin yang berlebihan (proteinuria) setelah kehamilan mencapai 20 minggu. Kelebihan protein ini akan mempengaruhi kerja ginjal. Beberapa tanda dan gejala lain dapat datang bertahap maupun tiba-tiba seperti:

* Sakit kepala
* Masalah penglihatan, termasuk kebutaan sementara, pandangan buram dan lebih sensitif pada cahaya/silau
* Nyeri perut bagian atas, biasanya di bawah rusuk sebelah kanan
* Muntah
* Pusing
* Berkurangnya volume urin
* Berat badan yang naik secara cepat, biasanya di atas 2 kg per minggu

Pembengkakan (edema) pada wajah dan tangan sering menyertai preklamsia walaupun tidak selalu merupakan gejala dari preklamsia karena edema ini terjadi juga pada kehamilan yang normal.

Selain preklamsia ini, beberapa kelainan tekanan darah saat hamil antara lain adalah:

* Hipertensi kehamilan. Ibu hamil dengan hipertensi kehamilan tetapi tidak terdapat kelebihan protein dalam urin. Hipertensi kehamilan ini mungkin dapat berkembang menjadi preklamsia.
* Hipertensi kronis. Tingginya tekanan darah yang terjadi sebelum kehamilan mencapai usia 20 minggu atau sampai 12 minggu setelah kelahiran.
* Preklamsia superimpose pada hipertensi kronis. Istilah ini menggambarkan ibu dengan hipertensi kronis sebelum kehamilan dan berkembang lebih buruk dengan protein urin berlebihan saat kehamilan.

Penyebab

Preklamsia dahulu disebut sebagai toksemia, karena diperkirakan adanya racun dalam aliran darah pada ibu hamil. Walaupun teori ini sudah dibantah, tetapi penyebab preklamsia sesungguhnya belum diketahui. Yang mungkin menyebabkan antara lain:

* Kelainan aliran darah menuju rahim
* Kerusakan pembuluh darah
* Masalah dengan sistim ketahanan tubuh
* Diet atau konsumsi makanan yang salah

Faktor resiko

Preklamsia hanya terjadi pada kehamilan. Faktor resiko yang terlibat antara lain:

* Sejarah preklamsia. Ibu hamil dengan sejarah keluarga menderita preklamsia akan meningkatkan resiko terkena preklamsia pula.
* Kehamilan pertama. Resiko terkena preklamsia akan lebih tinggi pada ibu hamil saat kehamilan pertama.
* Usia. Ibu hamil berusia di atas 35 tahun akan lebih besar resikonya menderita preklamsia.
* Obesitas. Preklamsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami obesitas.
* Kehamilan kembar. Mengandung bayi kembar juga meningkatkan resiko preklamsia
* Kehamilan dengan diabetes. Wanita dengan diabetes saat hamil memiliki resiko preklamsia seiring perkembangan kehamilan
* Sejarah hipertensi. Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal atau lupus akan meningkatkan resiko terkena preklamsia.

Penelitian tahun 2006 terhadap ibu hamil dengan kadar protein menemukan bahwa protein ini mempengaruhi perkembangan dan fungsi pembuluh darah, membantah teori bahwa preklamsia disebabkan oleh ketidaknormalan pembuluh darah menuju plasenta. Tetapi pemeriksaan darah tetap merupakan alat yang efektif untuk mendiagnose preklamsia.

Pemeriksaan dan diagnose

Anda akan dinyatakan terkena preklamsia jika anda mengalami hipertensi dan kadar protein urin yang tinggi pada umur kehamilan di atas 20 minggu. Biasanya terdiagnose secara tidak sengaja saat pemeriksaan rutin sebelum kelahiran.

Tekanan darah yang normal pada saat kehamilan adalah lebih rendah dari 130/85 mmHg. Jika terbaca di atas 140/90 mmHg masih dapat dinyatakan normal bila dilakukan sekali. Tetapi pemeriksaan ulang yang menunjukkan pembacaan tidak normal dapat dikategorikan merupakan indikasi ketidaknormalan. Biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan lebih teliti dan bila mungkin akan melakukan tes lebih lanjut untuk mengetahui kadar protein dalam urin.

Jika anda dinyatakan menderita preklamsia, maka dokter akan menganjurkan anda untuk memeriksakan hati dan ginjal. Pemeriksaan sel darah juga dilakukan untuk memeriksa kemungkinan sel yang dapat menhambat aliran darah. Dokter juga akan memeriksa lebih teliti dan memonitor lebih ketat perkembangan janin, biasanya dengan USG.

Untuk menjaga janin tetap memperoleh pasokan oksigen dan makanan yang cukup, maka dianjurkan ibu hamil dengan preklamsia untuk melakukan tes stres janin yang mengukur pergerakan bayi dan denyut jantung bayi.

Komplikasi

Beberapa komplikasi preklamsia antara lain:

* Berkurangnya aliran darah menuju plasenta. Preklamsia akan mempengaruhi pembuluh arteri yang membawa darah menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi. Hal ini dapat berakibat pertubuhan janin melambat atau kelahiran dengan berat bayi kurang
* Lepasnya plasenta. Preklamsia dapat meningkatkan resiko lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum lahir. Selanjutnya dapat menyebabkan pendarahan dan kemungkinan dapat mengancam bayi maupun ibunya.
* Sindrom HELLP. HELLP adalah singkatan dari Hemolyssi (perusakan sel darah merah), Elevated liver enzym dan low platelet count (meningkatnya kadar enzim dalam hati dan rendahnya jumlah sel darah dalam keseluruhan darah. Gejalanya antara lain pening dan muntah, sakit kepala dan nyeri perut atas.
* Eklamsia. Jika preklamsia tidak terkontrol maka terjadi eklamsia. Eklamsia ini dapat berujung pada kerusakan permanen organ tubuh ibu seperti otak, hati atau ginjal. Jika eklamsia tidak terkontrol dapat menyebabkan koma, kerusakan otak bahkan berujung pada kematian janin ataupun ibunya.

Terapi dan penyelamatan

Obat satu-satunya yang manjur adalah dengan segera melakukan kelahiran. Tetapi jika preklamsia terjadi pada awal masa kehamilan maka yang bisa dilakukan antara lain :

* Bed rest: Mengulur waktu kelahiran bayi dengan istirahat total agar tekanan darah turun dan meningkatkan aliran darah menuju plasenta untuk mencoba mempertahankan janin. Anda akan diharuskan berbaring total dan hanya diperbolehkan duduk atau berdiri jika memang benar-benar diperlukan. Tekanan darah dan kadar protein urin juga akan dimonitor secara ketat. Jika preklamsia ini sudah parah, maka kemungkinan akan disarankan untuk beristirahat di rumah sakit. Rumah sakit akan melakukan test stres janin untuk memonitor perkembangan janin.
* Obat hipertensi. Dokter dapat merekomendasikan pemakaian obat penurun tekanan darah. Pada preklamsia parah dan sindrom HELLP, obat costicosteroid dapat memperbaiki fungsi hati dan sel darah. Obat ini juga dapat membantu paru-paru bayi tumbuh untuk kemungkinan penanganan kelahiran prematur.
* Melahirkan. Melahirkan adalah cara terakhir mengatasi preklamsia. Pada preklamsia akut/parah maka dokter akan menganjurkan kelahiran prematur uantuk mencegah akibat yang lebih buruk. Tetapi kelahiran ini juga diperlukan kondisi minimal seberti kesiapan tubuh ibu, kondisi janin. Diharapkan tekanan darah akan segera turun setelah proses kelahiran dan akan normal setelah beberapa hari.

Pencegahan

Belum diketahui sebab pasti penyebab preklamsia. Mengurangi konsumsi garam diperkirakan juga tidak efektif menurukan resiko terkena preklamsia. Cara terbaik adalah memeriksakan secara teratur kondisi ibu dan janin. Preklamsia yang terdiagnose lebih awal akan memudahkan dokter menyarankan terapi yang lebih tepat untuk ibu dan janinnya.

Penelitian tahun 2006 pada wanita yang mengkonsumsi multivitamin dan menjagaberat tubuh sebelum kehamilan akan menurunkan resiko terkena preklamsia saat mengandung sampai lebih dari 70 persen.

Suplemen nutrisi ditengarai juga mampu menurunkan resiko terkena preklamsia, hanya saja perlu lebih selektif memilih suplemen yang akan dikonsumsi. Bila perlu konsultasikan ke dokter.

Renungan Kalbu

Marilah kita ikhlaskan diri untuk menjadi pribadi yang dekat dan taat kepada Tuhan; dan hidup dengan pikiran, sikap, dan perilaku yang menjadikan kita bermanfaat bagi kebahagiaan sesama.

Marilah kita memasuki gerbang keikhlasan jiwa,
yang menghubungkan kehidupan kita hari ini dengan padang rumput hijau di halaman taman pemuliaan hidup, yang namanya kebahagiaan itu.

Marilah kita mengindahkan wajah jiwa kita,
untuk bersama duduk-duduk,
atau berbaring di atas permadani rumput hijau,
yang sejuk dan lembut,
yang harum dengan aroma melati dan mawar,
yang akarnya dikayakan oleh kelembaban air suci,
dari aliran parit-parit kecil yang bening dan sesetia cermin permukaannya,
yang gemerciknya mengalunkan kidung kedamaian,
yang memantulkan keindahan biru dari langit yang lembut,
yang menggantung sebagai atap yang melindungi,
dengan kedalaman yang tak tertembus pandangan,
yang diterangi oleh sinar cemerlang yang tak menyilaukan,
yang menenggelamkan jiwa dalam alun mimpi yang setengah menidurkan,
dan yang menegakkan kesadaran dalam semedi yang agung.

Maha Indah Tuhan dalam kelembutan pemeliharaan-Nya.

Yang menjadikanku utuh dan cukup karena kebersamaanku dengan-Nya.

Engkau Tuhanku.

Aku ber-Tuhan.
Aku berterima kasih karena Kau ijinkan aku mengatakan, bahwa ...
Aku memiliki Tuhan.

Engkau lah yang memiliki semua,
maka sesungguhnya aku tak membutuhkan apa pun.

Aku hanya membutuhkan-Mu.
Karena, jika aku memiliki-Mu, aku memiliki semua.

Tuhan ku,
... amat dalam kecintaan ku kepada Mu
aku memohon ... dalam kerinduan ku untuk kelembutan kasih sayang Mu

... kasihilah aku.

... damaikanlah hatiku, indahkanlah wajahku, merdukanlah suaraku,
indahkanlah cara-caraku, baikkanlah hati sesamaku kepada ku,
kuatkanlah aku, mudahkanlah urusanku, baikkanlah rizki ku,
dan bahagiakanlah keluarga ku ...

Amien ...

Materi Kuliah

APLIKASI TEORI TRANSCULTURAL NURSING
DALAM PROSES KEPERAWATAN
Ns. Edy Tahir S,S.Kep
PENDAHULUAN

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,
termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin
besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara
(imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan
asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat,
yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu
metha theory, grand theory, midle range theory dan practice theory.

Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah
Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah
penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan
asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini
dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah
ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara
diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak
atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya
dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan,
maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat
akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah
memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan
budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan.

PENGERTIAN

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002).

Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara
umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya.

Konsep dalam Transcultural Nursing

1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.

2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.

3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang
optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan
variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan
budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan
termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan
individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki
oleh orang lain.

5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.

6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia

7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi
pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan
dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling
memberikan timbal balik diantara keduanya.

8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian
untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan
kondisi dan kualitas kehidupan manusia.

9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan
yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
manusia.

10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk
mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup
dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.

11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan
untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain
karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada
kelompok lain.

Paradigma Transcultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai
cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep
sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew
and Boyle, 1995).

1. Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai
dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun
dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).

2. Sehat

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama
yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).

3. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling
berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik.
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti
daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di
daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari
sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang
berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus
mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang
menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.

4. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai
dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan
adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi
budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien
agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lain.
c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.

Proses keperawatan Transcultural Nursing

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai
landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and
Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada
pada "Sunrise Model" yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti
ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.

3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan
budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik

c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak
percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan
menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dijabarkan pada bab terdahulu tentang penerapan asuhan
keperawatan Transkultural dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan
yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan,
meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya
2. Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan untuk
menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien
3. Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi
tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan
mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
4. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu
saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya
klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien.
5. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan dan
pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.
REFERENSI

Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed,
Philadelphia, JB Lippincot Company

Cultural Diversity in Nursing, (1997), Transcultural Nursing ; Basic Concepts and
Case Studies, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing

Fitzpatrick. J.J & Whall. A.L, (1989), Conceptual Models of Nursing : Analysis and
Application, USA, Appleton & Lange

Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and
Intervention, 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc

Iyer. P.W, Taptich. B.J, & Bernochi-Losey. D, (1996), Nursing Process and Nursing
Diagnosis, W.B Saunders Company, Philadelphia

Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,
Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies

Swasono. M.F, (1997), Kehamilan, kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam
Konteks Budaya, Jakarta, UI Press

Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One
Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care
Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari